DONGENG: Serangan Semut Hitam




Proses kreatif dalam menulis cerita bagi tiap orang berbeda-beda. Ada yang melalui proses singkat dan ada yang panjang. Karena menulis cerita itu sendiri adalah proses kreatif dalam menuangkan ide, maka proses menemukan ide ceritalah yang menjadi tahap paling penting. Biasanya menemukan ide cerita ini dilatarbelakangi oleh hal-hal yang berbeda bagi tiap penulis. Ada yang mudah menemukan ada yang kesulitan, tergantung pada kemampuan dan tujuan. 

Mengapa dalam menemukan ide cerita/tulisan tergantung kemampuan penulis dan tujuan menulis? 

Pertama, kemampuan menggali ide atau mengambil ide dari setiap pengalaman yang ia temukan sendiri tergantung pada kepekaan seseorang. Memang bisa dilatih, tetapi bakat alam dalam menanggapi impuls atau rangsangan luar itu cukup menentukan walau pengaruhnya kecil. Identifikasi masalah adalah cara termudah untuk mencari ide tulisan. Setelah menemukan masalah sebagai ide tulisan tentu segera mencari solusi dari masalah. Solusi dan dan proses mencari solusi itu yang bisa dikembangkan menjadi sebuah tulisan utuh. Jadilah sebuah tulisan. Tidak hanya dalam menulis ilmiah atau essay, menulis cerita pendek atau fiksi lainnya pun sama. Bagi saya pribadi, menemukan sebuah masalah adalah anugerah, sebab itu bisa dieksekusi menjadi sebuah tulisan. 

Kedua, dalam menemukan ide tulisan/cerita tergantung tujuan, jika terdesak oleh deadline, target, atau terbatas oleh tema tertentu (misal sebuah tugas/laporan) tentu beda dengan yang tidak dikoridori atau tidak dituntut oleh hal-hal tersebut di atas, misal menulis diary. Tentu menulis diary jauh lebih santai dan tidak membutuhkan proses lama karena mengalir begitu saja nyaris tanpa tendensi atau mungkin tujuan berarti kecuali sekedar menuangkan unek-unek atau menandai peristiwa. Beda dengan menulis untuk lomba atau mungkin tugas akademik yang memiliki tenggat waktu dan batasan-batasan lain misalnya tema.

Pada kesempatan ini saya memberikan contoh berupa cerita anak yang pernah diterbitkan oleh Kedaulatan Rakyat, 1 Juli 2018. Ide ceritanya sederhanya; penanak nasi saya jadi sarang semut. Itu terjadi ketika saya baru saja pulang ke kontrakan setelah beberapa hari mudik ke rumah orang tua. Kebetulan musim panas, di luar ada pohon rambutan dan mangga, dan besar kemungkinan semut-semut yang di pohon mencari persembunyian baru yang dekat dengan sumber makanan. Tahu sendiri, kan, pada penanak nasi kadang ada sisa-sisa nasi yang tercecer atau menempel di dinding tabungnya. Eksekusi akhirnya bisa dilihat di sini atau salinan di bawah. Selamat membaca….

Serangan Semut Hitam
Oleh: Arrum Lestari
Diterbitkan Kedaulatan Rakyat, 1 Juli 2018

dunianakita.wordpress.com

PAGI itu sekelompok semut terlihat mengerubungi penanak nasi. Tika berteriak memanggil ibunya. Ibu berlari dari dapur menuju meja makan. Panik melihat semut yang hampir menutupi seluruh permukaan penanak nasi, akhirnya Ibu mengambil sapu dan mengayunkan sapu ke atas permukaan mesin.

Apa yang terjadi?

Sekelompok semut itu seperti pecah berhamburan ke mana-mana. Mereka menyebar tak tentu arah. Seperti orang yang kehilangan tujuan, semua itu tampak mondar-mandir. Pokoknya asal mencari tempat pelarian yang aman. Ada yang lari ke kaki meja, ada yang lari ke piring lauk, dan ada juga yang langsung menuju lantai, menjauhi meja.

Bukannya hilang, sekarang semut-semut itu malah terlihat merata ke seluruh permukaan meja makan. Sebagian semut menjauhi meja dan sekarang terlihat seperti titik-titik hitam yang begitu banyak di lantai yang putih.

Ibu makin geram. Sekonyong-konyong disapunya semut-semut hitam itu, tapi mereka justru terlihat kalang kabut dan bolak-balik ke sana-ke mari.

dunianakita.wordpress.com
Tika menjerit-jerit. Sebagian semut mulai menjalari kakinya. Gadis cilik itu mengibas- ngibaskan kakinya. Spontan ia naik ke kursi dekat meja makan untuk menghindari semut yang berlarian di lantai.

Semut-semut itu justru makin banyak yang mendekati Tika. Tika makin panik. la melompat ke lantai lalu berlari ke ruang tamu. Kembali ia mengibas-ngibaskan kakinya agar semut-semut hitam itu terjatuh dari kakinya. Yang terjadi, semut-semut bandel itu justru merambat ke atas sampai ke tubuh Tika, sampai tangan, leher, dan kepala.

“Ibu…, Ibu…,” Tika menjerit memanggil ibunya.

“Sebentar, Tika.” Ibu masih panik mengusir semut-semut yang kalang kabut itu dengan sapu. Dari meja makan dan ruang tengah semut itu sudah merambah ruang tamu. Ibu makin getol mengayunkan sapunya.

“Ibu…, Tika digigiti semut, Tika digigiti semut,” rengek Tika.

“Samaaa…, Ibu juga.” Ibu seperti tak peduli dengan dirinya. Ia terus-menerus menyapu semut-semut itu agar keluar melalui pintu. Tiap kali ada semut-semut yang berhasil disapu keluar, sebagian semut yang hidup kembali lagi ke dalam.

“Dasar semut bandel. Dasar semut bandel!” teriak Ibu sambil menggebuk-gebukkan sapunya ke lantai.

Setengah jam lamanya adegan itu berlangsung, semut berangsur-angsur hilang. Hanya di dalam penanak nasi saja yang sepertinya belum bisa hilang seratus persen. Sekarang Ibu menaruh penanak nasi itu di teras, menjemurnya di bawah terik sinar matahari pagi. Ibu berharap dengan dijemur, semut-semut itu keluar dan mendapat tempat berteduh yang lain.

“Ibu, kenapa tidak dicolokin ke listrik saja penanak nasinya? Biar semut-semut itu kepanasan. Sama saja dengan menjemur di bawah matahari, kan?”

“Ah, kalau kita sambungin ke listrik, nanti semut-semut ini mati keseterum. Kasihan, kan?”
“Ibu, kita sudah diserang semut seperti ini masih kasihan saja?”

sumber gambar: dunianakita.wordpress.com
“Eh, semut itu konon nggak boleh dibunuh, Sayang. Lihatlah, dia kecil tak berdaya, lagi pula semut itu buta. Mereka mana tahu kalau rice cooker kita ini masih kita gunakan. Jadi mereka tak bermaksud mengganggu kita. Mereka hanya membersihkan sisa-sisa makanan kita. Mungkin salah kita juga karena panci nasi dalam penanak nasi kita ini belum diambil dan dicuci. Padahal nasinya sudah habis, tinggal beberapa butir yang hampir mengering saja, kan? Semut-semut ini juga memperingatkan kita agar selalu bersih. Makanya sebisa mungkin jangan dibunuh, biar ada yang memperingatkan kita.”

“Ah, Ibu. Jadi, serangan semut-semut hitam tadi apa maksudnya?”

“Ya, itu, peringatan buat kita, Sayang. Makanya besok kalau habis makan langsung dibawa ke dapur ya, piringnya, sendoknya, juga peralatan yang sudah tidak dipakai. Semalam yang terakhir makan Tika atau bukan?”

“Baik, Bu. Tika besok tidak akan teledor lagi. Oh, ya. Tika juga akan menyayangi binatang termasuk semut.”

“Pintar anak ibu.” ***



Komentar

  1. numpang promote ya min ^^
    Bosan tidak tahu mau mengerjakan apa pada saat santai, ayo segera uji keberuntungan kalian
    hanya di D*E*W*A*P*K
    dengan hanya minimal deposit 10.000 kalian bisa memenangkan uang jutaan rupiah
    dapatkan juga bonus rollingan 0.3% dan refferal 10% :)

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

DONGENG: Kesetiaan Kura-Kura

Membuat Ilustrasi Sederhana dengan Coreldraw X5 (Part 2)

DONGENG: Bermain Futsal